Rabu, 28 November 2012
SKB 3 Mentri
MAKALAH
SKB 3 MENTERI 1975
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa sejak awal
diterapkannya sistem madrasah di Indonesia pada sekitar awal abad ke-20,
madrasah telah menampilkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam.
Identitas itu tetap dipertahankan meskipun harus menghadapi berbagai tantangan
dan kendala yang tidak kecil, terutama pada masa penjajahan.
Pada masa penjajahan Belanda, perkembangan madrasah
muncul dari semangat reformasi yang dilakukan oleh masyarakat Muslim. Ada dua
faktor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah di Indonesia; pertama,
adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam tradisional
dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat. Kedua, adanya kekhawatiran
atas kecepatan perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan
pemikiran sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan sekulerisme,
para reformis (khususnya dari kalangan Muhammadiyah) kemudian memasukkan
pendidikan Islam dalam persekolahan melalui pembangunan madrasah
Pada masa itu, banyak sekali peraturan-peraturan
yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, yang pada intinya tidak lain
adalah untuk mengontrol atau mengawasi madrasah. Karena pemerintah takut dari
lembaga pendidikan tersebut akan muncul gerakan atau ideologi perlawanan yang
akan mengancam kelestarian penjajahan mereka di bumi Indonesia ini, dan Dampak
dari ketakutan yang berlebihan itu mencapai puncaknya ketika banyak madrasah
yang ditutup karena dianggap melanggar ketentuan yang digariskan oleh
pemerintah kolonial Belanda.
Ketika Indonesia diproklamasikan sebagai negara
merdeka tahun 1945, madrasah kembali bermunculan dengan tetap menyandang
identitas sebagai lembaga pendidikan Islam. Tentunya tidak lepas dari perhatian
para pejabat pada saat itu.
Pemerintah RI tidak kalah perhatiannya terhadap
madrasah atau pendidikan Islam umumnya, terbukti juga dengan dibentuknya
Departemen Agama (Depag) pada 3 Januari tahun 1946. Dan salah satu kebijakan
Departemen Agama terhadap madrasah yang cukup mendasar adalah dibuatnya Surat
Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang “Peningkatan Mutu pendidikan
pada Madrasah” pada tahun 1975.
Maka
dari itu, dalam makalah ini akan membahas tentang SKB 3 Menteri dengan batasan
masalah meliputi lahirnya, implikasi dan efektifitas dari SKB 3 Menteri ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana lahirnya SKB 3 Menteri?
2. Bagaimana Implikasi dari SKB 3 Menteri?
3. Bagaimana Efektifitas dari SKB 3 Menteri?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami lahirnya SKB 3 menteri
2. Untuk memahami Implikasi dari SKB 3
Menteri
3. Untuk memahami Efektifitas dari SKB 3
Menteri
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Lahirnya
SKB 3 Menteri 1975
Pada
tanggal 18 April tahun 1972, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden
No. 34 tahun 1972 tentang “ Tanggung-Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan.”
Isi keputusan ini pada intinya menyangkut tiga hal
a) Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan umum dan kejuruan.
b) Menteri
tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan latihan keahlian dan
kejuruan tenaga kerja bukan pegawai negeri.
c) Ketua
Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.
Dua tahun berikutnya, Keppres itu dipertegas dengan
Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang mengatur realisasinya. Bagi
Departemen Agama yang mengelola pendidikan Islam, termasuk madrasah, keputusan
ini menimbulkan masalah. Padahal dalam Tap MPRS No. 27 tahun 1966 dinyatakan
bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan Nasional.
Selain itu, dalam Tap MPRS No. 2 tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga
pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Berdasarkan ketentuan ini,
maka Departemen Agama sebagai penyelenggara pendidikan madrasah tidak saja yang
bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga yang bersifat kejuruan.
Dengan Keppres No. 34 tahun 1972 dan Inpres No. 15
tahun 1974 itu, penyelenggaran umum dan kejuruan menjadi sepenuhnya berada di
bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Secara implisit
ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah
yang telah menggunakan kurikulum nasional kepada kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Menarik untuk dicermati, bahwa kebijakan Keppres
34/1972 yang kemudian diperkuat dengan Inpres 15/1974 menggambarkan ketegangan
yang cukup keras dalam hubungan madrasah dengan pendidikan nasional. Keppes dan
Inpres ini juga dipandang oleh sebagian umat Islam adalah sebagai suatu manuver
untuk mengabaikan peran dan manfaat madrasah, padahal madrasah merupakan wadah
utama pendidikan dan pembinaan umat Islam, sekaligus sebagai lembaga formal
umat Islam yang lebih diperhatikan pemerintah terutama bagi masyarakat pedesaan
yang jauh dari pusat pemerintahan, yang sejak zaman penjajahan diselenggarakan
oleh umat Islam.
Ketegangan ini wajar saja muncul dan dirasakan oleh
umat Islam. Betapa tidak, pertama, sejak diberlakunya UU No. 4 tahun 1950 dan
UU No. 12 tahun 1954, masalah madrasah dan pesantren tidak dimasukkan dan
bahkan tidak disinggung sama sekali, yang ada hanya masalah pendidikan agama di
sekolah (umum). Dampaknya madrasah dan pesantren dianggap berada di luar
sistem. Kedua, umat Islam pun “curiga” bahwa mulai muncul sikap diskriminatif
pemerintah terhadap madrasah dan pesantren. Dan kecurigaan itu pun diperkuat
dengan dikeluarkannya Keppres 34/1972 yang kemudian diperkuat dengan Inpres
15/1974 yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan madrasah dari
pendidikan nasional.
Munculnya reaksi dari umat Islam ini disadari oleh
pemerintah Orde Baru, kemudian pemerintah mengambil kebijakan yang lebih
operasional dalam kaitan dengan madrasah, yaitu melakukan pembinaan mutu
pendidikan madrasah.
Sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan
madrasah inilah, maka pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan kebijakan berupa
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama
(Prof. Dr. Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku
Syarif Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Machmud). SKB ini
dapat dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan eksistensi
madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang
mengarah pada pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif. Sejumlah
diktum dari SKB 3 Menteri ini memang memperkuat posisi madrasah.
2.
Implikasi
SKB 3 Menteri 1975
Implikasi SKB 3 Menteri 1975 ini antara lain adalah:
a. Aspek
Lembaga
Madrasah yang dianggap sebagai
lembaga pendidikan tradisional, telah berubah dan membuka peluang bagi
kemungkinan siswa-siswa madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern.
Lebih dari itu madrasah juga telah mendapat pengakuan yang lebih mantap bahwa
madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya
dilimpahkan pada Departemen Agama. Dan secara tidak langsung hal ini memperkuat
dan memperkokoh posisi Departemen Agama dalam struktur pemerintahan, karena
telah ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.
b. Aspek
Kurikulum
Karena diakui sejajar dengan
sekolah umum, maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah,
berisi mata pelajaran dengan perbandingan 70% mata pelajaran umum dan 30%
pelajaran agama. Efeknya adalah bertambahnya beban yang harus dipikul oleh
madrasah. Di satu pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf
dengan standar yang berlaku di sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga
madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
c. Aspek
Siswa
Dalam SKB 3 Menteri ditetapkan
bahwa:
1. Ijazah
siswa madrasah mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat.
2. Siswa
madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
3. Lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang lebih atas.
d. Aspek
Masyarakat
SKB 3 Menteri telah mengakhiri
reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensi
kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat
pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena madrasah adalah
wujud riel dari partisipasi masyarakat (communnity participation) yang peduli
pada nasib pendidikan bagi anak bangsanya. Hal ini terbukti jelas dengan
prosentase madrasah yang berstatus swasta jauh lebih banyak (91%) dibandingkan
dengan yang berstatus negeri (9%)
Trend pengelolaan pendidikan yang
semakin menitikberatkan pada peningkatan partisipasi masyarakat yang
seluas-luasnya akan menuntut para pengelola madrasah agar mampu terlepas dari
berbagai ketergantungan. Dengan kembali pada khiththah madrasah sebagai lembaga
pendidikan berbasis masyarakat (community based education), maka madrasah hanya
tinggal maju satu tahap ke depan yakni memberdayakan partisipasi masyarakat
agar lebih efektif dan efisien.
Untuk menunjang suksesnya
pendidikan berbasis masyarakat, maka peranan masyarakat sangat besar sekali.
Masyarakat sebagai obyek pendidikan sekaligus juga akan menjadi subyek
pendidikan. Sebagai obyek pendidikan, masyarakat merupakan sasaran garapan dari
dunia pendidikan dan sebagai subyek pendidikan, masyarakat berhak mendesain
model pendidikan sesuai dengan potensi dan harapan yang diinginkan oleh
masyarakat setempat. Lebih dari itu sebagai subyek pendidikan, masyarakat juga
bertanggungjawab terhadap prospek, termasuk dana pendidikan.
Ada beberapa bentuk peran serta
masyarakat dalam menunjang keberhasilan otonomi dalam bidang pendidikan, antara
lain:
1) Pendirian
dan penyelenggaraan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah dan luar
sekolah.
2) Pengadaan
dan pemberian bantuan tenaga kependidikan.
3) Pengadaan
dan pemberian tenaga ahli (guru tamu, peneliti, dan sebagainya).
4) Pengadaan
/ penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan oleh sekolah.
5) Pengadaan
bantuan dana; wakaf, hibah, pinjaman, beasiswa dan sebagainya.
6) Pengadaan
dan pemberian bantuan ruang, gedung, tanah dan sebagainya.
7) Pemberian
bantuan buku-buku pelajaran.
8) Pemberian
kesempatan untuk magang / latihan kerja.
9) Pemberian
bantuan managemen pendidikan.
10)Bantuan
pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pendidikan.
3.
Efektifitas
SKB 3 Menteri 1975
Keputusan Bersamaa Tiga Menteri tersebut bertujuan
untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum
dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum di
sekolah umum yang setingkat, sehingga:
a. Ijazah
madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang
setingkat.
b. Lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas.
c. Siswa
madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Peningkatan mutu pendidikan pada madrasah agar
tujuan dimaksudkan di atas tercapai meliputi bidang – bidang :
a. Kurikulum
b. Buku
– buku pelajaran, alat – alat pendidikan lainnya dan sarana – sarana pendidikan
lainnya.
c. Pengajar.
Pembinaan fungsional dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB Tiga Menteri tersebut dilakukan
pembagian tugas pembinaan sebagai berikut:
a. Pengelolaan
madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
b. Pembinaan
pelajaran agama dilakukan oleh Menteri Agama.
c. Pembinaan
dan pengawasan mutu pelajaran umum dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan bersama – sama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri.
Adapun bantuan pemerintah dalam rangka peningkatan
mutu pada madrasah meliputi sebagi berikut:
a. Dalam
bidang pengajaran umum dengan mengadakan buku – buku mata pelajaran pokok dan
alat pendidikan lainnya.
b. Dalam
bidang sarana fisik dengan melakukan penataran dan bantuan pengajaran.
c. Dalam
bidang sarana fisik dengan pembangunan gedung sekolah. Sedangkan pelaksanaan
bantuan tersebut di atas diatur bersama – sama oleh Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri.
d. Badan
anggaran dalam pelaksanaan ketentuan – ketentuan dalam SKB Tiga Menteri
tersebut di atas, dibebankan kepada anggaran Departemen Agama, sedangkan yang
berupa bantuan dibebankan kepada anggaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dan Departemen Dalam Negeri.
Dalam pelaksanaan SKB Tiga Menteri ini, Departemen
Agama sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang – bidang yang harus
dilaksanakan telah mengusahakan hal – hal sebagai berikut:
1) Melakukan
pembakuan kurikulum madrasah untuk semua tingkat yang realisasinya dituangkan
dalam Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1976 untuk Ibtidaiyah; No. 74 Tahun
1976 untuk Tsanawiyah; dan No. 75 Tahun 1976 untuk tingkat Aliyah. Pelaksanaan
kurikulum ini dilaksanakan secara bertahap sejak tahun ajaran 1976 dan dalam
tahun 1979 semua jenjang madrasah harus telah dapat melaksanakan kurikulum baru
tersebut.
2) Memberikan
legalitas yuridis untuk mempersamakan tingkat / derajat madrasah dengan sekolah
umum dan mempersembahkan ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri. Masing
– masing dituangkan dengan keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1976 dan No. 5
Tahun 1977. kemudian di dalam pelaksanaan teknis persamaan ijazah madrasah
swasta dengan madrasah negeri telah diatur oleh Keputusan Direktur Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/D/69/77, yang mengatur tentang status madrasah
terdaftar dan status madrasah dipersamakan dengan persyaratan – persyaratannya.
3) Dalam
rangka efektifitas pendidikan di madrasah itu pula maka telah dilakukan
restrukturisasi madrasah dengan Keputusan Menteri Agama No. 15 Tahun 1976 (
untuk Madrasah Ibtidaiyah ), No. 16 Tahun 1976 ( untuk MTsN ), dan No. 17 Tahun
1976 ( untuk MAN ).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pada
tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan lah sebuah kebijakan berupa Surat Keputusan
Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama (Prof. Dr. Mukti
Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb)
dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Machmud).
2. Dalam
Implikasi SKB 3 Menteri ada beberapa aspek yaitu meliputi aspek lembaga,
kurikulum, siswa dan aspek masyarakat.
3. Efektifitas
SKB 3 Menteri adalah bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah
agar tingkat pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan
tingkat mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat, kemudian meningkatan
mutu pendidikan pada madrasah agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai dan
pembinaan fungsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada madrasah
berdasarkan SKB Tiga Menteri.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif,
Abdul, Madrasah Dalam Politik Pendidikan Di Indonesia, Jakarta: Wacana
Ilmu,
2005.
Arifin,
Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
Tobroni,
Andi, Relevansi SKB 3 Menteri, Ciputat: IMI, 2004.
Langganan:
Postingan (Atom)